Keluarga yang sakinah, mawaddah
dan warahmah adalah harapan semua orang yang akan dan telah memasuki gerbang
pernikahan. Kata- kata ini sangat mudah diucapkan dan dibayangkan, tetapi untuk
mencapainya tak segampang yang kita ucapkan atau kita bayangkan tersebut. Membangun
keluarga sakinah adalah sebuah proses. Keluarga sakinah bukan berarti keluarga
yang tanpa masalah, akan tetapi lebih kepada adanya keterampilan untuk
mengelola konflik yang terjadi di dalamnya.
Secara garis besar ada tiga jenis
konflik dalam rumah tangga yaitu mencegah terjadinya konflik, mengelola konflik bila terlanjur
terjadi, dan membangun kembali perdamaian setelah konflik reda. Ada hal
lain yang perlu kita pahami, yaitu bagaimana meminimalkan konflik dalam
keluarga. Setidaknya ada tiga hal penting
yang patut kita cermati berkaitan dengan masalah ini.
1. Siap Dengan Situasi Yang Tak Terduga
Hidup akan terasa mudah apabila
semua yang terjadi sesuai dengan harapan. Setiap kita akan selalu siap untuk
mendapatkan apa yang kita inginkan. Namun bagaimanapun, gelombang setiap orang
itu berbeda-beda, lagi pula tidak semua orang harus sama dengan kita, maka mau
tidak mau kita harus mempersiapkan diri agar potensi konflik akibat perbedaan
ini tidak sampai muncul dan merusak.
Bisa jadi pasangan kita tidak
seideal yang kita impikan, namuk kita harus berlapang dada seandainya apa yang
kita idamkan ternyata tidak ada pada diri pasangaan kita, juga sebaliknya,
apabila yang luar biasa kita benci ternyata malah terdapat dalam diri pasangaan
kita, tentunya kitapun harus memiliki kesabaran ektra dalam menyikapinya,
itulah sedikit cara bagi kita agar senantiasa siap dengan hal yang tidak
terduga.
2. Memperbanyak Pesan Diri
Tindak lanjut dari kesiapan
menghadapi perbedaan adalah dengan memperbanyak pesan diri, semakin pasangan
kita mengetahui tabiat dan kebiasaan kita, maka akan semakin siap pula ia
menghadapi kita. Misalnya, apabila isteri kita terbiasa mendengkur ketika
tidur, maka agar suami siap menghadapi kebiasaan itu, sang isteri dapat
mengatakan “ pak, kata orang kalau saya tidur itu suka mendengkur, jadi bapak siap- siap saja, karena sebetulnya
saya sendiri juga tidak berniat mendengkur”. seorang suamipun bisa mengatakan
keinginaannya pada sang isteri, misalnya ketika suami ingin bangun malam, ia
bisa mengatakan “ kalau jam tiga saya suka bangun untuk shalat tahajud, jadi
tolong bangunkan saya, sebab saya suka menyesal kalau tidak tahajud, dan kalau
sedang tahajud, saya tidak ingin ada suara yang mengganggu”.
Melalui pesan diri seperti itu,
diharapkan tidak terjadi riak- riak masalah akibat tidak saling memahami
nilai-nilai dari pasangan hidupnya. Sangat mungkin seseorang membuat kesalahan
akibat dia tidak tahu tata nilai kita yang dampaknya akan banyak muncul
ketersinggungan, disinilah perlunya kita belajar memberitahukan apa yang kita
inginkan, inilah esensi dari pesan diri.
Dengan mempertegas pesan diri,
diharapkan peluang konflik tidak membesar, karena kita telah mengkondisikan
agar orang memahami kita. jangan sungkan untuk menyatakan harapan ataupun
keberatan-keberatan kita, justru dengan keterbukaan seperti itu pasangan kita
akan lebih mudah dalam menerima diri kita.
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih Atas Kunjungannya, Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Ya